Minat Membaca Kalangan Mahasiswa Rendah?

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari penelitian minat membaca mahasiswa FIP UNY ditemukan bahwa:

  1. Minat membaca mahasiswa FIP, secara umum termasuk dalam kategori rendah.
  2. Aktivitas mahasiswa dikampus adalah menunggu di depan kelas, hanya sebagian kecil mahasiswa yang memanfaatkan waktu luang untuk membaca buku atau ke berkunjung ke perpustakaan. 
  3. Buku yang paling disukai mahasiswa FIP untuk dibaca adalah jenis buku-buku popular (buku politik, buku pelatihan, buku pendidikan popular, buku-buku motivasi) sedangkan untuk teks ilmiah kurang diminati aspek desain dan layout kurang menarik.
  4. Intensitas waktu yang diluangkan mahasiswa dalam membaca buku relatif rendah, yaitu kurang dari 1 jam tiap harinya bahkan ada yang tidak pernah sama sekali meluangkan waktu untuk membaca, kecuali menjelang ujian.
  5. Faktor yang menghambat mahasiswa dalam membaca, yang paling besar adalah berasal dari dalam diri mahasiswa yang ditunjukan dengan kebiasaan atau kegemaran membaca yang masih rendah.


Bagaimana Hal itu bisa terjadi?

Penelitian UNESCO (2016) menemukan bahwa minat membaca masyarakat Indonesia sangat rendah, yaitu hanya sebesar 0,001%, yang berarti hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang memiliki minat membaca. Penelitian pada mahasiswa FIP di atas telah memotret bahwa ternyata di antara masyarakat Indonesia yang tidak suka membaca tersebut terdapat orang-orang dari kalangan terpelajar. Ini merupakan temuan yang menyedihkan, karena sebagai kalangan terpelajar mestinya para mahasiswa sangat membutuhkan kegiatan membaca sebagai bagian krusial dari kebutuhannya mencari ilmu.

Untuk mengubah minat membaca kalangan mahasiswa agar menjadi lebih baik, sejatinya perlu dibenahi dari akar rumput, yakni dari tingkat keluarga, untuk membangun budaya dan kecintaan membaca anggota keluarga, yang dimulai dari orangtuanya dan anak-anaknya. Karena ketika kegemaran membaca sudah berkembang menjadi kebutuhan dan kesenangan, maka ini dapat menjadi kebiasaan yang menetap pada diri anak hingga dewasa.

Menurut Dr. Piprim Basrah Yanuarso, Sp.A (ketua IDAI), orangtua di Indonesia terbagi dua: kelompok yang tidak membudayakan membaca sejak kecil, dan kelompok yang mengajarkan membaca terlalu dini. Kedua kelompok ini, sama-sama menumbuhkan individu yang pada akhirnya tidak suka membaca. Terlebih pada orangtua yang telah memberikan gawai sejak dini, sehingga menyebabkan anak-anak menjadi adiksi gawai dan otomatis tidak suka membaca. 
Karena itu, mengedukasi para orangtua tentang daruratnya menumbuhkan budaya membaca di rumahnya masing-masing merupakan suatu keniscayaan.

Kemudian, para penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah dasar, menengah, dan atas, juga perlu terus mendorong dan memfasilitasi minat membaca para peserta didiknya. Selain menyediakan fasilitas bahan bacaan serta memberi tugas-tugas literasi, lembaga pendidikan perlu mengatur jadwal kegiatan peserta didiknya agar mereka masih memiliki waktu yang berkualitas untuk membaca dan berdiskusi bersama orangtua. Karena Skor PISA Indonesia menunjukkan peningkatan beberapa poin pada kemampuan literasi membaca Indonesia di masa pandemi, yaitu ketika para peserta didik memiliki banyak waktu di rumah untuk eksplorasi berbagai bahan bacaan, dan mendiskusikannya bersama orangtua.

Di Flexischool PBD sendiri, alhamdulillah sejak 2015 kegiatan belajar tidak lepas dari aktivitas berbasis literasi. Para kakak Fasilitator rutin mengadakan berbagai permainan dan tugas belajar literasi seperti pesan berantai, tebak naratif, menyimak cerita lisan kemudian mendiskusikannya, menceritakan kembali cerita yang disimak/dibaca, menulis cerita pengalaman ananda didik, menulis artikel ilmiah, blogging, presentasi, dsb.

Sedangkan untuk membenahi minat membaca orang-orang yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa, maka kita perlu memetakan usulan perbaikan sesuai dengan kendala yang dialaminya, antara lain:

1. Kesulitan akses bahan bacaan.
Terkadang, minat membaca tidak tumbuh adalah sebagai akibat dari bahan bacaan yang tidak terjangkau. Untuk itu, seluruh pihak yang berkemampuan menghadirkan bahan bacaan perlu bersinergi, seperti perpustakaan kota, perpustakaan kampus, dll.

Mahasiswa juga perlu diberi edukasi jalur akses bahan bacaan yang bisa mereka jangkau secara gratis, termasuk buku-buku digital seperti iPusnas, situs-situs jurnal penelitian, dsb.

Kampus-kampus juga dapat menyediakan perpustakaan dan akses internet yang memadai agar mahasiswa dapat mengakses berbagai sumber bacaan tersebut dengan mudah dan leluasa.

2. Minat rendah.
Untuk mendorong minat membaca mahasiswa, dosen/tutor dapat terus membiasakan aktivitas membaca mahasiswa dengan memberi tugas-tugas literasi seperti merangkum Jurnal, membuat teks argumentasi tentang topik-topik tertentu, mengadakan forum-forum diskusi ilmiah mahasiswa, sebagaimana yang telah dilakukan di Universitas Terbuka saat ini yang rutin mengadakan forum diskusi deskriptif dan argumentatif ilmiah sebagai satu di antara sekian penugasan kuliah para mahasiswanya. 

Selain itu, kerohanian kampus juga dapat mengadakan kajian-kajian ilmiah yang mendorong mahasiswa untuk secara sadar menumbuhkan minat bacanya sebagai umat beragama, sebagai bagian dari amal Ibadah (QS. Al-Alaq:1).

Kesimpulannya, memang membutuhkan sinergi dari seluruhnya pihak dan lapisan masyarakat Indonesia untuk dapat menaikkan minat membaca orang Indonesia, khususnya mahasiswa.

Referensi:
https://www.rri.co.id/daerah/649261/unesco-sebut-minat-baca-orang-indonesia-masih-rendah
https://kumparan.com/kumparanmom/hanya-1-dari-1-000-anak-ri-yang-aktif-membaca-idai-ungkap-biang-keroknya-21jDWjDW74s/1
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/12/peringkat-indonesia-pada-pisa-2022-naik-56-posisi-dibanding-2018

Artikel ini diadopsi dan dimodifikasi dari opini Ibu Umama (Founder & Kordi. Kurikulumnya Flexischool PBD) pada tugas diskusi perkuliahan yang diikuti beliau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Assesment Psikologis - Pemetaan Profil Calon Ananda Didik PBD

Ternyata, Public Speaking Dapat Meningkatkan Kemampuan Akademis!